Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah masih terus mengalami depresiasi terhadap dolar AS dalam beberapa waktu terakhir. Pada Selasa kemarin, rupiah hamapir tembus 15.000 per dolar AS.
Staf Khusus Presiden Ahmad Erani Yustika menyatakan, tekanan terhadap rupiah antara lain berasal dari defisit transaksi berjalan. Pada kuartal II 2018, neraca transaksi berjalan masih tercatat defisit dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Neraca perdagangan, yang berperan menjaga neraca transaksi berjalan, masih tertekan lonjakan harga minyak dan kebutuhan impor untuk sektor industri. Di sisi lain, nilai ekspor sepanjang Januari-Juli 2018 menjadi yang tertinggi dalam empat tahun terakhir. Pemerintah akan memastikan sampai akhir 2018 terjadi surplus neraca perdagangan," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (5/9/2018).
Meski terdapat tekanan dari sisi eksternal, lanjut dia, kondisi ekonomi domestik secara umum masih cukup baik. Pertumbuhan kuartal II 2018 mencapai 5,27 persen (yoy), inflasi 3,18 persen pada Juli dan cadangan devisa USD 118,32 miliar per Juli 2018.
"Cadangan devisa setara dengan pembiayaan 6,9 bulan impor atau 6,7 bulan impor jika ditambah dengan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Angka tersebut masih jauh dari batas standar internasional sebesar 3 bulan impor," lanjut dia.
Selain itu, rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) juga rendah yaitu di bawah 3 persen. Demikian pula rasio kecukupan modal bank (CAR) juga sangat baik, sekitar 22 persen.
Artinya, kata Erani, bank-bank dalam kondisi yang kokoh dan tingkat suku bunga acuan BI bisa dikelola pada kisaran 5,5 persen.
"Ini masih membuka rongga yang lumayan lebar bagi dunia usaha untuk meneruskan ekspansi. Pemerintah juga terus menjaga APBN agar tetap sehat dengan meningkatkan potensi penerimaan, mempertajam kualitas belanja, dan memperkecil defisit keseimbangan primer," tandas dia.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3636778/rupiah-terdepresiasi-kondisi-ekonomi-ri-masih-baik
No comments:
Post a Comment