Pages

Wednesday, October 3, 2018

Momen Mengharukan Saat Puluhan Korban Gempa Palu Tiba di Garut

Wita Susilawati, 26, salah satu korban gempa asal desa Sukalilah mengaku kejadian gempa yang diikuti tsunami itu berlangsung cepat bak kilat. Ia yang tengah menonton televisi bersama keempat anak kecilnya, dikejutkan goncangan besar gempa.

"Kebetulan suami saya lagi keluar rumah lagi ke ATM, jadi tidak sempat ketemu," ujar dia sambil berlinang air mata.

Di tengah kerumunan cahaya kamera wartawan televisi yang menyinari, raut wajahnya yang letih tetap tidak bisa menutupi perasaan sedih yang tengah menderanya.

Sesekali wanita muda berusia 26 tahun ini, menyeka kedua matanya yang terlihat sembab paska menangis menahan rasa pilu. "Saya masih inget bagaimana anak-anak lagi bermain langsung pada jatuh saat gempa itu," ujar dia mengenang amukan dahsyat gempa.

Tidak hanya itu, istri dari Jainuddin, pengusaha plavon yang telah tiga tahun tinggal di Palu itu mengaku, akibat gempa itu, ia bersama suaminya mesti rela berpindah tempat pengungsian hingga tujuh kali. "Mau bagaimana lagi, rumah saya roboh," kata dia.

Hal yang sama dirasakan Deni, 22 tahun, pegawai buruh pemasangan plavon itu mengaku, sesaat setelah kejadian gempa berlangsung, air laut yang berada dekat di belakang rumahnya nampak mulai naik menghampiri pemukiman penduduk.

"Saya terkejut air sudah naik, akhirnya lari sekencang mungkin menyelamatkan diri bersama anak majikan asal Makassar," ujar dia.

Entan di mana ia bersandar, seluruh ingatannya langsung sirna melihat besarnya air yang datang, mulai mengepung pemukiman penduduk sekitar. "Saya kira bakal mati di sana, beruntung masih ada atap rumah yang masih bisa saya naiki bersama anak majikan," ujar dia.

Puluhan rumah yang berada di kawasan tempatnya tinggal roboh tersapu air, namun di tengah keadaan yang sudah gelap gulita, keberuntungan untuk hidup masih menghampiri. "Allohu akbar, saya terus saja takbir," kata dia.

Namun akibat kondisi yang tak kunjung membaik, Wita bersama Deni akhirnya mengungsi ke lokasi yang lebih aman. Kedua warga Garut itu akhirnya migrasi ke area Bandara SIS Aljufrie, dengan harapan bisa ikut terbang untuk pulang ke kampung halamannya di Garut.

"Pokonya mobil, seluruh harta saya tinggalin di sana, hanya membawa baju yang saya gunakan ini saja," kata Wita menambahkan.

Bersama korban lainnya, ia ikut merasakan bagaimana sulitnya bertahan hidup paska gempa berlangsung.

"Gak ada bantuan, uang habis semua, kita makan telor, mie dan air minum seadanya," ujar dia mengenang pengalaman pahit yang baru saja menderanya.

Beruntung, setelah tiga hari menunggu, akhirnya pesawat hercules yang disediakan pemerintah, membawanya terbang ke tanah Jawa. "Suami saya masih di sana, mungkin nanti menyusul pulang juga," kata dia.

Let's block ads! (Why?)

https://www.liputan6.com/regional/read/3658814/momen-mengharukan-saat-puluhan-korban-gempa-palu-tiba-di-garut

No comments:

Post a Comment