Rangkaian Sadran itu adalah penutup dari rangkaian ritual menjelang Ramadan pekan sebelumnya. Kamis, 25 April lalu, anak putu Kalikudi melakukan perjalanan Punggahan ke Panembahan Banokeling. Ritual digelar selama tiga hari dan selesai pada Sabtu.
Kemudian, Kamis sepekan setelahnya, 2 Mei 2019, anak putu Kalikudi menggelar ritual bekten di Panembahan Adiraja. Panembahan Adiraja adalah kompleks pemakaman cikal bakal atau nenek moyang para penganut kejawen Kalikudi dan warga kalikudi pada umumnya.
Dalam kesempatan terpisah, tetua Anak Putu Kalikudi, Hadi Rismanto mengatakan bekten ini disebut sebagai bekten sasi ruwah atau bekten sadran. Yakni, ritual membersihkan kompleks pemakaman leluhur secara adat. Ritual ini dipimpin oleh Kyai Kunci Pesemuan Lor.
Dalam ritual bekten ini, beberapa prosesi yang dilakukan antara lain resik makam, bekten dan nyekar. Resik makam adalah prosesi pembersihan komplek pemakaman dari rumput liar dan sampah.
Kemudian, bekten merupakan doa yang dipimpin oleh Kyai Kunci. Bekten dilakukan secara berurutan, dari leluhur tertua, yakni Kiai Ditakerta. Selanjutnya, anak putu mendoakan satu persatu cikal bakal yang ada di kompleks pemakaman itu.
“Nyekarnya di Panembahan Adiraja. Kemudian dilanjutkan ke makam (orang tua) masing-masing di Karangsunthi atau tempat lainnya,” Hadi menerangkan.
Setelah itu, anak putu Kalikudi akan berkeliling dari satu makam-ke makam lain untuk melakukan bekten dan nyekar.
Ritual ini, akan dilanjutkan pada malam harinya dengan ritual Muji Dzikir. Mudji Dzikir ini adalah ritual mendoakan leluhur dan doa keselamatan yang dilakukan, baik di Pasemuan Lor Mapun Pasemuan Kidul.
“Ya istilahnya slametan nyadran itu bulannya bulan Ruwah. Hubungannya dengan hari itu, kemungkinan hari (Jumat) terakhir menjelang masuk Bulan Ramadan,” Hadi menjelaskan.
Saksikan video pilihan berikut ini:
No comments:
Post a Comment