Liputan6.com, Jakarta Bicara tentang banjir pasti tidak ada habisnya. Beberapa daerah di Indonesia sendiri sudah menjadi langganan banjir dari tahun ke tahun. Tak hanya di Indonesia, di seluruh penjuru dunia orang-orang berlomba-lomba mencari cara menanggulangi banjir. Seperti inovasi pencegah banjir yang ditawarkan oleh perusahan asal Inggris, Lafarge Tarmac.
Diketahui Lafarge Tarmac sebuah perusahaan asal Inggris telah menciptakan aspal penyerap air, seperti yang Liputan6.comlansir dari India Today, Minggu (7/7/2019). Produk dari Tarmac diberi nama Topmix Permeable ini adalah solusi jalan aspal yang secara cepat mampu menyerap air yang menggenang di jalan.
Tidak tanggung-tanggung, aspal ini mampu menyerap 1.000 liter per m2 dalam waktu satu menit. Hal ini dikarenakan adanya lapisan aspal berpori di paling atas permukaannya memungkinkan air mengalir melalui matriks kerikil yang relatif besar ke bagian yang lebih berongga di bawahnya. Di bagian paling bawah dibuat saluran drainase yang akan memastikan air terbuang ke saluran pembuangan. Dengan adanya aspal ini tentu banjir bisa diatasi.
Aspal Penyerap Air
Aspal ini memiliki beberapa kelebihan seperti pengelolaan air, manajemen lingkungan, biaya yang lebih murah karena biaya pemeliharaan yang lebih murah, serta pembuatannya cukup mudah. Topmix Permeable dapat diaplikasikan baik untuk jalan raya, jalan sepeda, trotoar, tempat parkir, maupun untuk lapangan olahraga.
Dalam sebuah video memperlihatkan material yang sedang diuji di sebuah lahan parkir menyerap 880 galon atau 4.000 liter air dalam waktu sekitar satu menit. Sebagian besar air menghilang segera setelah jatuh ke permukaan aspal. Selain bisa membantu mengatasi banjir bandang di daerah perkotaan, aspal ini juga bisa membantu mengurangi pemanasan aspal dalam cuaca panas.
Lafarge Tarmac menyatakan banjir besar yang pernah dialami Inggris pada 2007, pemicunya karena beton, aspal, dan bangunan berbahan semen tidak bisa menyerap air. Alhasil daya tampung selokan jebol. Walau terkesan canggih, aspal Topmix Permeable sebetulnya bukan teknologi baru. Sejak 1800-an, mayoritas ibu kota di Eropa sudah menggunakan bahan ini. Tapi perkembangan penggunaan paling masif memang di Inggris dan Skotlandia sekarang ini.
No comments:
Post a Comment