Liputan6.com, New York - Harga minyak dunia menguat dengan harga minyak Brent menguat hampir dua persen usai sentuh level tertinggi dalam empat tahun. Hal ini didorong pasar fokus terhadap sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran.
Sementara itu, pelaku pasar juga abaikan stok mingguan minyak mentah AS dan laporan produksi Arab Saudi dan Rusia yang lebih tinggi.
Harga minyak Brent naik USD 1,49 atau 1,8 persen ke posisi USD 86,29 per barel usai sentuh level tertinggi di posisi USD 86,74 sejak 30 Oktober 2018. Sementara itu, harga minyak AS menguat USD 1,18 atau 1,6 persen ke posisi USD 76,41 per barel, dan sentuh level tertinggi di kisaran USD 76,90.
"Tidak ada masalah saat ini dan 4 November (Waktu sanksi AS akan berdampak-red). Hanya sekarang produksi besar pada 2018, dan pasar reli melewatinya," ujar Direktur Mizuho, Bob Yawger, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (4/10/2018).
Pasokan minyak AS naik 8 juta barel pada pekan lalu. Kenaikan pasokan terbesar sejak Maret 2017. Hal itu berdasarkan data the Energy Information Administration.
Adapun kedua harga minyak acuan itu usai pemerintah Amerika Serikat merilis angka investaris, kemudian kembali menguat. "Pelaku pasar terutama spekulan ambil kesempatan untuk membeli," kata Yawger.
Pada awal sesi perdagangan, harga minyak melemah didorong Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih menuturkan, pihaknya meningkatkan produksi menjadi 10,7 juta barel per hari pada Oktober.
Diperkirakan Arab Saudi menaikkan produksi minyak lebih besar pada November. Produksi minyak Arab Saudi capai rekor 10,72 juta barel pada November 2016.
Rusia dan Arab Saudi mencapai kesepakatan pada September untuk meningkatkan produksi minyak. Hal ini menekan kenaikan harga dan memberitahukan kepada AS sebelum pertemuan di Aljazair dengan pertemuan lainnya. Hal itu berdasarkan sumber Reuters.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3658832/investor-khawatir-pasokan-iran-harga-minyak-brent-sentuh-level-tertinggi
No comments:
Post a Comment