Pages

Tuesday, November 6, 2018

Tak Gentar Sanksi Ekonomi AS, Iran Tetap Akan Jual Minyak kepada Dunia

Liputan6.com, Teheran - Presiden Iran Hassan Rouhani, pada Senin 5 November 2018, berikrar akan melangkahi sanksi yang baru diberlakukan lagi oleh AS terhadap negara yang kaya akan minyak itu, demikian laporan kantor berita setengah resmi Iran, Mehr.

"Republik Islam Iran dapat dan akan menjual minyaknya," kata Rouhani, sebagaimana dikutip Mehr, selama pertemuan dengan para pejabat Kementerian Ekonomi iran.

Ia mengatakan Washington jadi makin terkucil setelah penarikan diri AS pada Mei dari Kesepakatan Pembatasan Nuklir Iran (JCPOA) 2015.

"Hampir semua negara di dunia kecuali beberapa negara mendukung kita dalam menghadapi Amerika Serikat, dan itu adalah kemenangan diplomasi kita," kata Rouhani, sebagaimana dikutip dari Antara, Rabu (7/11/2018).

"Dengan persatuan dan bantuan rakyat, kita harus membuat pemerintah Amerika mengerti bahwa mereka tak bisa berbicara dengan bangsa besar Iran dengan bahasa tekanan dan sanksi. Mereka harus dihukum," kata Rouhani.

"Apa yang dilakukan Amerika hari ini ialah menggunakan tekanan semata-mata terhadap rakyat. Hari ini, kita bukan hanya satu-satunya yang marah terhadap kebijakan AS, bahkan pemerintah dan perusahaan Eropa marah terhadap mereka," ia menambahkan.

"Saya telah memberitahu para pemimpin bahwa kita dengan bangga akan menerobos sanksi AS sekali ini," kata Rouhani.

"Berdasarkan Resolusi 2231 Dewan Keamanan PBB, semua negara di dunia berkewajiban untuk mengambil sikap yang menentang AS."

Sanksi AS

Senin pekan ini, AS telah resmi menjatuhkan sanksi ekonomi keras yang menargetkan sektor perminyakan dan finansial Iran.

Sanksi itu bertautan dengan kebijakan AS untuk memberikan 'tekanan maksimum' kepada Iran, sebagai upaya agar negara di Timur Tengah tersebut berhenti mengembangkan senjata nuklir.

Hal itu dilatarbelakangi atas kritik Presiden AS Donald Trump terhadap pakta Kesepakatan Pembatasan Nuklir Iran (JCPOA) yang diteken oleh AS, Iran, negara P5 Dewan Keamanan PBB plus Uni Eropa pada 2015 silam.

Kesepakatan itu mewajibkan Iran untuk menghentikan aktivitas pengayaan uranium (enriched uranium) dan sebagai gantinya, AS dan Eropa mencabut sanksinya terhadap Negeri Para Mullah. Alhasil, Iran merasakan kelonggaran bernilai miliaran dolar AS usai sanksi internasional itu dicabut pada 2016 sebagai imbalan bagi pengekangan luas dan pemeriksaan atas program nuklirnya.

Namun, Trump menarik AS keluar dari JCPOA awal tahun ini, dengan beralasan bahwa kesepakatan itu tak lagi efektif menekan Iran untuk tak membuat nuklir. Ia juga menuduh bahwa Teheran melanggar JCPOA --yang dibantah oleh Iran.

Usai keluar dari JCPOA, AS kembali memberlakukan sanksi secara sepihak terhadap Iran. Beberapa set sanksi telah diterapkan oleh AS pada 5 Agustus dan disusul oleh sanksi pada Senin 5 November.

Sanksi 5 Agustus menargetkan industri otomotif dan penerbangan Iran. Sementara, sanksi 5 November memukul sektor minyak dan gas Iran, sektor pelayaran dan bank-banknya --dengan bertujuan untuk "membuat ekspor minyak Iran menjadi nol" kata Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo.

Iran telah bersedia untuk tetap bertahan dalam JCPOA dan telah mempromosikan dukungan Eropa terhadap mereka kepada publik domestik, meskipun rasa sakit ekonomi dari sanksi AS terus berdampak buruk bagi Negeri Para Mullah.

Selain samping sanksi dari AS, Iran, selama 12 bulan terakhir, telah merasakan menukiknya nilai mata uang rial, goyahnya tim ekonomi Presiden Hassan Rouhani --yang melihat beberapa menteri senior diberhentikan-- dan protes nasional terhadap kenaikan harga dan kondisi ekonomi yang mengerikan.

Berdasarkan angka-angka dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), ekspor minyak Iran mencapai US$ 52.728 miliar pada tahun 2017, dengan mencapai 2.125.000 barel per hari pada tahun yang sama. Sedangkan, ekspor gas alamnya mencapai 12,9 miliar meter kubik.

Angka-angka itu, bagaimanapun, telah menurun pada tahun ini.

Di India, misalnya, impor minyak mentah dari Iran turun dari 690.000 barel per hari pada bulan Mei 2018, menjadi sekitar 400.000 barel per hari pada bulan Agustus 2018, kata Vandana Hari, seorang analis pasar minyak global yang berbasis di Singapura, seperti dikutip dari Al Jazeera.

Ekspor energi Iran menyumbang hingga 80 persen dari pendapatan negara itu, menurut Badan Informasi Energi AS, sehingga, sanksi akan menghujam keras keuangan dan orang-orang di dalam negeri.

Simak video pilihan berikut:

Presiden Iran Hassan Rouhani menuduh Donald Trump dan sekutunya ingin menghentikan ekspor minyak Iran ke beberapa negara lain.

Let's block ads! (Why?)

https://www.liputan6.com/global/read/3685907/tak-gentar-sanksi-ekonomi-as-iran-tetap-akan-jual-minyak-kepada-dunia

No comments:

Post a Comment